Suwaji (72) memperkarakan perluasan Masjid Al Hidayah ke polisi karena diduga menyerobot tanah miliknya. Selain karena niat wakafnya tidak diakui panitia pembangunan masjid, dia menempuh jalur hukum lantaran merasa keluarganya sudah dilecehkan.
Masjid Al Hidayah di Dusun Sidomukti, Desa Pucangro, Kecamatan Gudo, Jombang awalnya adalah musala yang berdiri sejak 1982. Tempat ibadah umat muslim ini lantas dibangun dan diperluas menjadi masjid pada November 2020 karena semakin banyaknya jemaah.
Suwaji berniat mewakafkan tanah miliknya dengan luas sekitar 84 meter persegi untuk perluasan masjid tepat di sebelah rumahnya itu. Namun, panitia pembangunan Masjid Al Hidayah yang diketuai Suwoko (52), warga Dusun Sidomukti menolak mengakui wakafnya.
“Awalnya kami diam karena ini amal jariyah hubungan langsung dengan Yang Maha Kuasa. Namun hari demi hari, suara-suara sumbang yang melecehkan, meremehkan dan merendahkan keluarga saya semakin menjadi-jadi. Sebagai anak saya tidak bisa melihat orang tua saya diperlakukan seperti itu,” kata Sampurno kepada wartawan di rumahnya, Jumat (19/3/2021).
Ihwal kepemilikan tanah yang akan diwakafkan Suwaji untuk perluasan Masjid Al Hidayah, beberapa kali telah disampaikan ke panitia. Baik pada rapat panitia maupun saat dimediasi Pemerintah Desa Pucangro.
Namun, panitia kukuh tidak mengakui wakaf tanah dari Suwaji. Mereka meyakini tanah tersebut memang sejak lama berstatus tanah wakaf menjadi bagian dari Musala Al Hidayah. Yakni sejak musala itu belum dibangun dan diperluas menjadi masjid.
Sementara Suwaji mengklaim tanah yang akan diwakafkan adalah miliknya sendiri. Dia membeli tanah tersebut dari Tajid pada 1980 silam. Ditambah lagi, panitia pembangunan Masjid Al Hidayah dirasa telah melecehkan keluarganya.
Sampurno memberi contoh perkataan tidak menyenangkan kepada orang tuanya. Yakni Suwaji dituding menempati tanah wakaf selama sekitar 40 tahun untuk kandang sapi dan tempat menjemur padi.