Jakarta – Tagar #PercumaLaporPolisi, #NoViralNoJustice, dan #1Hari1Oknum ramai disuarakan warganet di media sosial dalam beberapa bulan terakhir. Polri meresponsnya dengan positif dan menyatakan tidak antikritik.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menyatakan, lembaganya terus melakukan pembenahan. Ramadhan juga menyebut, banyaknya kasus-kasus yang viral terkait tindakan anggota Polri menandakan publik melakukan pengawasan terhadap lembaganya.
“Artinya ada sebuah perhatian yang berlebih, yang mana dulu pelanggaran lebih tinggi tapi tidak diviralkan. Saat ini (jumlah) pelanggaran itu menurun, tapi viral. Tapi kalau kita lihat dari angka, terjadi penurunan,” kata Ramadhan dalam wawancara dengan merdeka.com, Kamis 6 Januari 2022 lalu.
Ramadhan menegaskan, Polri selalu menindaklanjuti setiap laporan yang disampaikan masyarakat, baik menyangkut kasus maupun pelanggaran yang dilakukan anggotanya.
Meski begitu dia mengimbau, agar publik mengikuti mekanisme yang ada sesuai peraturan.”Masih banyak polisi yang baik. Jangan sampai hanya beberapa orang yang melakukan pelanggaran, yang mencoreng institusi Polri, yang lain kena imbasnya,” ujarnya.
Berikut wawancara khusus reporter merdeka.com, Ronald dan Wilfridus Setu Embu dengan Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan:
Bagaimana tanggapan Polri atas ramainya tagar #PercumaLaporPolisi dan #NoViralNoJustice?
Tanggapannya positif. Jadi polisi menanggapi tagar-tagar tersebut, kita berpikir positif. Itu menunjukkan masyarakat mencintai polisinya, masyarakat menginginkan bahwa Polri itu berubah menjadi baik. Menginginkan pelayanan terhadap masyarakat baik. Dan itu memang yang kita inginkan.
Tentu kita akan jawab dengan pembenahan. Pembenahan organisasi, kemudian evaluasi terhadap organisasi. Sekali lagi yang disampaikan pimpinan Polri dalam hal ini Kapolri, kita tidak anti kritik. Ini merupakan kritikan untuk kita lebih maju. Kita menanggapi dengan positif
Bagaimana evaluasi di internal Polri?
Polri, dalam hal ini Bapak Kapolri, melihat fenomena yang terjadi di kepolisian khususnya di media sosial menjadi bagian penilaian masyarakat terhadap Polri, dan sekali lagi Polri tidak antikritik. Kita juga melihat perkembangan teknologi informasi yang ada dan setelah Bapak Kapolri juga menyampaikan untuk memberikan kritik tentunya ini sangat merebak.
Kedua, ini merupakan bagian dari penguatan fungsi pengawasan yang terus dilakukan internal yang juga berkolaborasi dengan fungsi pengawas yang ada di eksternal. Ketiga, memang sekarang ini banyak fenomena yang muncul di media sosial dan menjadi bagian yang secara internal dicermati dan menjadi bagian dari pembenahan yang ada dengan transformasi khusus kebijakan Kapolri tentang (visi) Polri Presisi.
Perlu diketahui dalam transformasi Presisi ada 4 aspek yaitu Transformasi organisasi, Transformasi Operasional, Transformasi Pelayanan Publik dan Transformasi Pengawasan. Ini sudah menjadi suatu kebijakan Kapolri dan sudah disampaikan pada saat di Komisi III DPR yang merupakan suatu program unggulan Bapak Kapolri, tidak terlepas dari Presisi yaitu mampu prediksi, responsibilitas dan harapannya menjadi transparansi yang berkeadilan bagi masyarakat.
Untuk pengawalan transformasi Polri sampai saat ini sejauh mana?
Artinya, kita melihat fenomena yang terjadi sebagai bagian daripada pembenahan dan transparansi Polri. Dalam hal ini Bapak Kapolri selaku pimpinan Polri memberikan ruang kepada jajaran untuk memberikan masukan kepada Polri. Polri juga melakukan penguatan pengawasan dengan adanya aplikasi Dumas (pengaduan masyarakat) Presisi. Dengan perkembangan teknologi yang ada, Polri membuka aplikasi-aplikasi pelayanan publik dengan tujuan mendekatkan publik dengan Polri. Namun tidak tertutup juga menggunakan sarana media sosial. Artinya apa yang menjadi responsibilitas pada transformasi Polri yang ada sudah dilakukan.
Munculnya tagar itu apakah pelayanan Polri di tingkat bawah kurang?
Enggak. Jadi begini, kalau kita bicara data tahun 2020 dibandingkan dengan tahun 2021, dua tahun ini ya, angka pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Polri baik itu pelanggaran pidana, pelanggaran disiplin, maupun pelanggaran kode etik, menurun semuanya.
Namun di sisi lain, (banyak) yang memviralkan terhadap tingkah laku atau perbuatan anggota Polri. Artinya ada sebuah perhatian yang berlebih, yang mana dulu pelanggaran lebih tinggi tapi tidak diviralkan. Saat ini (jumlah) pelanggaran itu menurun, tapi viral. Tapi kalau kita lihat dari angka, terjadi penurunan.
Berapa persen penurunan pelanggaran anggota Polri?
Ada yang menurunnya di atas 50 persen. Saya enggak pegang datanya tapi semua mengalami penurunan yang tajam dan signifikan. Namun di sisi lain orang sudah mulai melihat tentang tindakan-tindakan yang sebenarnya merugikan citra Polri melalui media sosial. Dan ini merupakan suatu hal yang positif sebuah pengawasan eksternal merupakan sebuah saran, social control dari eksternal terhadap Polri.
Kalau kita lihat 16 program Kapolri, program 14, 15, dan 16, adalah transformasi pengawasan. Yang 14 itu adalah pengawasan pimpinan Polri terhadap bawahan, yang ke 15 penguatan fungsi pengawasan, fungsi pengawasan itu ada Irwasum termasuk Propam. Kemudian program ke 16 adalah pengawasan masyarakat terhadap institusi Polri. Nah itu adalah 16 program prioritas Kapolri. Artinya kita memberikan ruang bagi masyarakat untuk melakukan pengawasan terhadap institusi Polri itu sendiri.
Contohnya kita membuka aplikasi Dumas. Artinya itu kita membuka pintu, memberikan ruangan kepada masyarakat memberikan kritik untuk memberikan teguran lah, memberikan sinyal kepada Polri. Kita menanggapi dengan positif bahwa masyarakat menginginkan Polri itu lebih baik. Seperti Kapolri mengatakan kita tidak akan pernah membiarkan pelanggaran apapun dari anggota dan kita akan menindak tegas sampai tindakan pemecatan atau PTDH (pemberhentian dengan tidak hormat) tentu sesuai dengan peraturan atau undang-undang yang berlaku. Bukan berarti enggak (ikut) apel terus dipecat, bukan. Tetapi tindakan tersebut telah sesuai dengan perbuatannya.
Data yang ada, jika kita membandingkan dengan data masyarakat terkait dengan penegakan hukum (terhadap anggota Polri) misalnya, tahun 2020 ada 750 kasus, di tahun 2021, ada 108 kasus. Jauh kan (penurunan) dari 700 ke 100. Artinya penurunan secara signifikan sebesar 85,7 persen di mana kasus ini ditindaklanjuti.
Kemudian tagar #NoViralNoJustice, jadi bukan berarti kalau enggak viral enggak ada proses. Sekarang kita lihat kalau kasus (pelanggaran anggota Polri) yang dilaporkan 800, berapa sih yang viral. Kalau 800 yang misalnya viral 5, itu jumlahnya berapa persen? Artinya ada sekian ratus bahkan sekian ribu yang diproses dan ditindaklanjuti tanpa viral.
Saya pastikan pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Polri, mau viral atau tidak viral, pasti ditindaklanjuti. Kita menjaga marwah institusi kepolisian ini. Masih banyak polisi yang baik. Jangan sampai hanya beberapa orang yang melakukan pelanggaran, yang mencoreng institusi Polri, yang lain kena imbasnya.
Jadi masyarakat jangan takut untuk melapor?
Enggak perlu takut. Jadi kalau mau viral kan enggak apa-apa, kita juga enggak ketakutan mau diviralkan. Ya silakan monggo, misalnya ada polisi nakal, terus diviralkan, ya silakan, monggo, enggak apa-apa. Jadi sekali lagi viral atau tidak viral pasti kita tindak lanjuti.
Kasus di Polsek Pulogadung, ada warga melapor tasnya dicuri dari mobil malah diomeli polisi. Bagaimana Polri memperbaiki ini, termasuk memberikan pelatihan komunikasi publik terhadap anggotanya?
Jangan menyalahkan sistem ya. Pembinaan yang dilakukan sudah baik. Jadi ketika ada yang salah, yang salah bukan sistemnya. Oknumnya. Jadi kalau ada anggota yang menganiaya saat demo, itu bukan sistem. Enggak ada ketika orang melakukan demo terus dibanting. Enggak ada SOP, standar operasional prosedur seperti itu. Jadi dia pelanggaran prosedur.
Jadi bukan sistemnya dibenahi, sistem sudah benar, sudah diatur dalam Perkap (peraturan Kapolri) tentang tindakan yang dilakukan oleh anggota Polri ketika menghadapi sesuatu. Sudah ada, jadi bukan sistem yang salah, oknum yang salah. Jadi yang dibenahi apa? Anggotanya, pembinaannya, jadi tidak salah sistemnya. Sistem sudah berjalan dengan baik. Pembenahan itu dilakukan bukan sekali dua kali. Pembinaan-pembinaan itu tetap dilakukan oleh organisasi Polri.
Tanggapan Polri Terkait Survei yang menilai kepercayaan publik terhadap Polri menurun?
(Justru) Meningkat. Jadi kepercayaan masyarakat meningkat kenapa ini bicara kepercayaan ya, indikatornya apa coba? Seorang Perwira petinggi Polri pangkat Jenderal melakukan tindak pidana diproses dan diekspos dengan transparan kan ini membuat kepercayaan kepada publik benar enggak, kan (lembaga) Indikator mengatakan kepercayaan publik meningkat enggak ada yang disembunyikan ada anggota salah dipecat, disidang secara terbuka. Transparan enggak tuh.
Anggota polisi kan 470 ribu, ya kita kalau bicara statistik, berapa sih jumlah pelanggaran dibandingkan dengan jumlah anggota, berapa persen (perbandingannya).
Ini pendapat pribadi saya, kalau anggota Polri 500 ribu, 10 persennya itu 50 ribu. 1 Persennya itu 5 ribu. Emang polisi sampai 500 melakukan (pelanggaran), enggak kan. Berarti 1 persen enggak sampai kan. Terus gara-gara di bawah 1 persen, terus sisanya 99 persen hancur semua?
Jadi apa yang sudah dilakukan Polri saat ini?
Justru itu, masyarakat harus tahu. Begitu gencarnya, artinya biasa itu, kita enggak panik. Kita terima kasih kepada masyarakat pedulinya terhadap kita. Nah kita positive thinking-nya, oh berarti masyarakat menginginkan bahwa itu Polri lebih baik dan itu memang sudah kewajiban. Kewajiban Polri itu di Pasal 13 Undang-Undang No 2 Tahun 2002 adalah aparat negara yang bertugas memelihara Kamtibmas.
Jadi jangan ada kontradiksi, dia menjaga keamanan, tapi dia merusak keamanan. Anggota Polri punya tugas pokok mengayomi dan melindungi masyarakat, bukan menyakiti masyarakat, bertentangan dong. Di samping dia punya tugas sebagai penegak hukum. Jadi sangat kontra ketika dia punya tugas sebagai pelindung, pengayom masyarakat, tapi di sisi lain dia menyakiti masyarakat.
Bagaimana prosedur melapor ke Polri?
Kita ada aplikasi Dumas Presisi untuk melaporkan kejadian. Kalau langsung kita melaporkan di Propam. Leading sector pelaporan masyarakat itu di Propam, Propam itu ada provost di situ. Itu yang saya sampaikan tadi, data pelanggaran yang dilakukan oleh anggota polri dan Kadiv Propam yang diarahkan Kapolri kita tidak boleh ragu-ragu, pimpinan tidak boleh ragu-ragu mengambil keputusan untuk menindak anggota.
Sampai Kapolri bilang kan, kalau ragu-ragu saya ambil alih. Dan sudah dilakukan. Teman-teman media lihat kan, ketika ada yang salah dicopot, sampai ke Kapolres. Artinya, diberi contoh, yang lain jangan contoh seperti ini.
Kalau di Mabes ada Bagyanduan (bagian pelayanan pengaduan), di bawah Propam. Kalau di Polda di Bid Propam Polda. Di Polres juga ada dan semua kantor polisi ada, di SPKT (Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu).
Bagaimana cara masyarakat menindaklanjuti laporan yang sudah disampaikan ke polisi?
Kalau di Bareskrim, ketika masyarakat melapor dan sudah dianggap memenuhi, maka diberikan surat tanda penerimaan laporan dan dibuatkan laporan polisi. Setelah diterima laporan polisi tentu akan dilakukan verifikasi dulu, kemudian dilakukan penyelidikan.
Dalam proses penyelidikan ini akan dilakukan pemanggilan-pemanggilan terhadap beberapa saksi dan pengumpulan bukti-bukti, kemudian dilakukan gelar perkara. Setelah dilakukan gelar perkara dinilai ada unsur tindak pidana, bagaimana adanya unsur pidana ketika memenuhi dua alat bukti sesuai dengan pasal 184 KUHP.
Ketika sudah memenuhi hal tersebut dinaikkan status dari penyelidikan ke penyidikan. Setelah dilakukan penyidikan tentu dilakukan pemeriksaan, biasanya kepada pelapor. Setalah dilakukan pemeriksaan bisa jadi setelah memenuhi unsur maka pemeriksaan terhadap saksi, yang mana saksi itu terlapor bisa ditingkatkan menjadi tersangka.
Selebihnya apakah bisa dilakukan penangkapan, penahanan, itu ada alasan-alasan tertentu dari pada penyidik. Alasan subjektif maupun alasan objektif.
Setelah laporan diterima dan diproses, masyarakat menerima SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan), itu ada mekanismenya. Jadi baik melalui surat maupun elektronik, melalui email (polisi) menjelaskan laporan Anda sedang ditindaklanjuti. Kita bisa mengecek sudah sejauh mana ditindaklanjuti.
Kalau proses laporan di Polda, Polres dan Polsek bagaimana prosedurnya?
Hampir sama seperti itu. Cuma bedanya, kalau di Bareskrim ada beberapa direktorat, laporan masuk di bawah penyidik direktorat mana. Kalau di Polda itu kan ada tiga, Krimsus, Krimum dan Narkoba. Kalau di Polsek hanya satu hanya Kanit Reskrim. Tentu kalau kasus-kasus yang ruang lingkupnya tidak di Polsek maka akan diarahkan ke Polres bukan menolak.
Contoh dilaporkan kasus korupsi di Polsek, maka Polsek pasti akan mengarahkan ke Polres. Dan beberapa kasus di luar tindak pidana umum yang dilaporkan ke Polres bukan ditolak, tapi mengarahkan. Karena ada keterbatasan kewenangan di tingkat Polsek.
Mengapa penanganan kasus ada yang cepat ada yang lambat?
Kalau saya beri contoh ya, kalau Anda bikin baju, bisa lama bisa cepat, banyak faktor. Kenapa? penjahitnya lagi banyak kerjaan. Cepat, karena kebetulan enggak ada kerjaan tuh tukang jahitnya. Jadi banyak faktor. Polsek di Indonesia enggak cuma menangani satu kasus setiap bulan. Jadi ketika ada laporan masuk, kebetulan dia cuma menangani itu saja, jadi bisa cepat.
Kedua, ada beberapa faktor yang mempengaruhi. Misalnya bukti yang dicari sulit. Ada kasus yang dilaporkan ada korban ada pelaku ada saksi, cepat enggak kira-kira? Tapi ada kasus yang dilaporkan, saksinya kurang, barang buktinya kurang, contoh kasus (pembunuhan) di Subang misalnya. Jadi banyak faktor-faktor yang mempengaruhi cepat atau lambatnya kasus yang ditangani. Analoginya seperti itu. Itu namanya kasuistis.
Apakah polisi boleh menolak laporan dari masyarakat?
Bukan menolak, yang dilaporkan itu apakah merupakan tugas Polri. Intinya jangan sampai salah paham. Jadi kalau yang dilaporkan itu bukan merupakan tindak pidana, ya disampaikan baik-baik ‘Pak yang dilaporkan ini adalah perkara perdata’, misalnya. Dan ini bukan ranah Polri. Jadi masalah komunikasi. Tapi kalau sudah jelas-jelas yang dilaporkan tindak pidana, kemudian ditolak, ya itu anggota jadi salah. Sehingga ada contoh beberapa tempat kemarin karena menolak akhirnya mendapatkan sanksi.
Berapa anggaran Polri untuk mengungkap suatu kasus?
Anggaran penyidikan itu ada. Di tingkat Mabes Polda maupun Polres itu ada. Yang membedakan, kasus berat, sedang, ringan. Saya angkanya enggak begitu hafal, tapi ada.
Bagaimana Polri menanggapi anggapan masyarakat bahwa laporan ringan diabaikan dan harus viral dulu?
Tidak seperti itu. Pimpinan Polri berkomitmen menyampaikan kepada seluruh Kapolda maupun Kapolres untuk mampu dan berani memberikan suatu judgement maupun reward terhadap personel yang berprestasi.
Terkait ucapan Kapolri banyak masyarakat yang melapor via media sosial, padahal bisa ditangani di Polsek atau Polres?
Ya sebaiknya mengikuti mekanisme yang ada karena Pak Kapolri kan bukan melayani laporan di medsos saja. Cuma Kapolri sayang dengan masyarakat. Setelah laporan ke Kapolri, Kapolri perintahkan ke Kapolda, karena perintah (penanganan kasus) jadi cepat. Tapi kan kalau seluruh Indonesia melaporkan begitu, kasihan Bapak Kapolri.
Imbauan saya, lapor lah kepada mekanisme yang ada. Apakah melapor langsung atau melapor kepada dumas. Saya pastikan laporan yang dari masyarakat harus ditindaklanjuti. Ketika ada laporan masyarakat yang tidak ditindaklanjuti, ya itu tadi, ada Dumas Presisi, silakan melapor ‘pak saya sudah melapor dengan bukti yang lengkap tapi tidak ditindaklanjuti’ oleh siapa, silakan oleh Polsek ini Polres ini.
Saya imbau seperti itu melapor lah melalui mekanisme yang ada. Jadi bukan berarti harus melapor kepada akunnya Kapolri. Kapolri kan punya tugas berat, bukan saya melarang, tapi saya mengimbau. Bukan melarang, sekali lagi, saya mengimbau masyarakat yang ingin melaporkan apapun mengikuti ketentuan dengan melaporkan mekanisme yang ada.
Baca juga : Polri Pastikan Proses Laporan Dugaan SARA Ferdinand Hutahaean
Sumber : Merdeka.com