Itu terjadi pada pembangunan dan perluasan Masjid Al Hidayah di Dusun Sidomukti, Desa Pucangro, Gudo. Proyek pembangunan tempat ibadah umat Islam itu dihentikan sementara sejak awal Maret 2021.
Konflik tersebut sampai ke meja polisi setelah Suwaji (72), warga Dusun Sidomukti membuat pengaduan masyarakat (dumas) di Polres Jombang pada Rabu (27/1). Suwaji mengadukan panitia pembangunan dan pengembangan Masjid Al Hidayah yang diketuai Suwoko (52) yang juga warga Dusun Sidomukti.
“Kami laporkan panitia pembangunan dan kawan-kawan terkait penyerobotan lahan,” kata Sampurno (42), anak Suwaji kepada wartawan di rumahnya, Jumat (19/3/2021).
Sampurno menjelaskan sebelum menjadi masjid, tempat ibadah yang berdiri di sejak 1982 itu adalah Musala Al Hidayah. Musala ini tepat di sebelah rumah Suwaji. Musala wakaf ini luasnya sekitar 8 x 12 meter persegi.
“Langgar berdiri di tanah Pak Tajid dan ada tambahan tanah dari orang tua saya, berdirinya di dua lahan itu,” terang Sampurno.
Seiring berjalannya waktu, lanjut Sampurno, Musala Al Hidayah tidak mampu menampung jemaah. Suwaji yang selama puluhan tahun merawat musala mengusulkan tempat ibadah umat muslim itu diperluas dan dibangun menjadi masjid. Dia juga berniat mewakafkan sebagian tanah miliknya untuk perluasan masjid.
“Ditambahkan ke utara dan ke barat ke lahan orang tua saya. Orang tua saya memberi sedikit tambahan lahan untuk pemekaran renovasi masjid. Namun (tanah wakaf orang tua saya) tidak diterima dengan alasan sertifikat atas nama orang lain, bukan atas nama orang tua saya,” jelasnya.
Ihwal tanah yang akan diwakafkan Suwaji, kata Sampurno, beberapa kali telah disampaikan ke panitia. Baik pada rapat panitia maupun saat dimediasi Pemerintah Desa Pucangro. Namun, panitia pembangunan masjid kukuh menolak wakaf tanah dari Suwaji.
Panitia menganggap tanah yang diwakafkan Suwaji bukanlah tanah milik Suwaji sendiri, tapi tanah milik orang lain yang sudah sedari dulu merupakan tanah wakaf. Namun Suwaji menganggap tanah yang diwakafkannya adalah tanah miliknya sendiri.